Aku mencintaimu ibu,hanya kata ini yang bisa menggambarkan isi hati ini kepada ibu tercinta,kadang hati ini menangis,terluka jika mengingat bagaimana kerasnya seorang ibu membesarkanku,mendidikku hingga saat ini,tapi apa balasan yang sudah kuberikan kepadanya?? hati ini terus bertanya,apakah yang pantas kuberikan untuknya,segudang harta pun tidak akan bisa menyamai jasa seorang ibu.bahkan nyawa yang kumiliki pun tidak sebanding dengan keringat yang menetes dari dahinya.ibu aku hanya bisa berbakti kepadamu sampai kaki ini tidak bisa lagi menopang badanku,sampai nyawa ini berhenti berdetak.
kali ini seribuji akan memberikan sepenggal kisah nyata tentang ibu,semoga bisa menjadi renungan kita
semua,terlebih buat admin sendiri:
Kisah ini adalah kisah nyata
sebuah keluarga yang hidup serba kekurangan, yang memiliki seorang anak
laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, hanya tinggal ibunya yang sudah tua
dan anak laki-lakinya . Dengan bersusah payah Ibunya berjuang membesarkan
anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku,
anaknya tersebut hanya diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan
penuh kasih sayang menunggui anaknya sambil menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, adalah waktu bagi anaknya untuk memasuki sekolah
menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang
parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Di sekolah itu, setiap bulannya
murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa ke kantin sekolah. Sang
anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras
tersebut. Berkatalah ia kepada ibunya: " Bu, saya mau berhenti sekolah
saja dan membantu ibu bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan
berkata : "Niat kamu sungguh mulia nak, kamu memiliki niat seperti itu
saja ibu sudah senang, tetapi kamu tetap harus sekolah.
Jangan khawatirkan ibu
ya nak. Cepatlah pergi daftarkan ke sekolah nanti berasnya biar ibu yang akan
mengantarkannya kesana". Karena anaknya tetap bersikeras tidak mau
mendaftar ke sekolah, ibunya pun menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah
pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh ibunya.
Dengan berat hati, akhirnya
anaknya pergi juga kesekolah. Ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati
sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan
terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan
menurunkan sekantong beras dari pundaknya, pengawas yang bertanggung jawab
menimbang beras dan membuka kantongnya lalu mengambil segenggam beras tersebut
dan menimbangnya. Tiba tiba dia berkata : " Hai wali murid, kami tidak menerima
beras yang isinya campuran beras dan gabah.
Jangan menganggap kantin saya ini
tempat penampungan beras campuran". Begitu malu nya sang ibu ini, hingga
tak henti hentinya berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tadi. Awal
bulan berikutnya ibu ini memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin.
seperti biasanya beras tersebut diteliti oleh pengawas. Dengan alis yang
mengerut, ibu pengawas berkata: "Masih dengan beras yang sama".
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya". Sang ibu
sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya
seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata :
"Berapa luas sawah yang ibu kerjakan, sehingga berasnya bisa bermacam
macam seperti ini".
Mendengar sindiran pertanyaan seperti itu sang ibu
tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi. Awal bulan ketiga, sang
ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan
kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai wali murid kenapa begitu keras kepala,
kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu
!" Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas
tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat
dari mengemis". Mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa
berkata apa-apa lagi.
Dilihatnya ibu tua tadi duduk diatas lantai, menggulung
celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Ibu renta tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya
menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi
untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku sehingga mau berhenti
sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya
bersekolah lagi." Selama ini saya tidak pernah memberi tahu sanak saudara
yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih untuk mengatakannya pada anakku, aku
takut melukai harga dirinya. Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong
dan bantuan tongkat, aku pergi ke pasar, tempat orang berjualan beras, hanya
untuk mengemis beras beras yang tercecer di trotoarnya. Dengan susah payah aku
mendatangi toko demi toko hanya utnuk mencari ceceran itu.
Sampai hari sudah
gelap, akupun pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sehingga sampai pada awal
bulan semua beras yang terkumpul memenuhi syarat untuk diserahkan kesekolah.
Pada saat ibu tua itu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata:
"Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa
diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan
berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah
anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi
tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga
oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah
dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian,
sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing hua dengan nilai 627
point. Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari
anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak
murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang.
anda juga bisa membaca :kisah nyata anak durhaka kepada ibunya
Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah
tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan sebuah kisah tentang seorang
ibu yang mengemis beras demi sekolah anaknya. Kepala sekolah pun menunjukkan
tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata kepada para hadirin seraya
menunjuk pada ibu tadi : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan
sang ibu yang luar biasa tersebut untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu
tersebut dengan ragu-ragu melihat ke arah gurunya yang sedang menuntun ibunya
berjalan keatas mimbar.
Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan
ibu yang hangat dan lembut kepada anaknya membuat sang anak tak kuasa untuk
menahan tangisnya, dipeluknya sosok tua dihadapannya itu dan merangkul erat
ibunya sambil terisak seraya berkata: "Begitu mulianya engkau Ibu, sungguh
aku tak bisa untuk membalasnya
ya Allah jagalah kedua orang tuaku,ampunilah dosa mereka sebagaimana mereka mendidik dan membesarkanku dari kecil hingga sekarang,jauhkanlah mereka dari bahaya,dan lindungilah mereka untukku,jika aku jauh dari sisinya.mereka sumber kekuatanku,dan mereka penyemangat hidupku,aku mencintaimu Ibu,aku mencintaimu Ayah.
Ditulis Oleh : ~ seribu | kumpulan informasi unik
Anda sedang membaca artikel tentang Ijinkan aku terus mencintaimu ibu ( kisah nyata dan haru). Anda diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya. Atas perhatian nya ©Seribu | Kumpulan informasi unik ucapkan Terima Kasih, semoga artikel Ijinkan aku terus mencintaimu ibu ( kisah nyata dan haru) ini bermamfaat: